Budi Syahrial sempat menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
Betrans.Padang. Anggota Panitia Khusus I DPRD Kota Padang dari Fraksi Partai Gerindra, Budi Syahrial sempat menolak Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dibahas. Lantas, apa alasan Budi Syahrial menolak pembahasan Ranperda AKB tersebut?
"Pada bulan Januari dan Februari 2021, sudah ada vaksin. Maka, ketika sudah ada vaksin dan terbukti vaksinnya, kita bikin juga Perda mewajibkan orang untuk memakai masker, untuk apa? Kita mewajibkan juga orang mengukur suhunya, untuk apa? Kalau ternyata pandeminya sudah hilang. Otomatis kan sia-saia saja, kalau Perda usianya hanya tiga atau empat atau enam bulan kedepan, tidak perlu! Cukup Perawako saja," kata Budi kepada BentengSumbar.com, disela-sela pembahasan Ranperda AKB di Grand Ina Muara Hotel, Kamis, 5 November 2020.
Perda AKB nomor 6 tahun 2020 yang dibuat provinsi, kata Budi, bukan berarti tidak bisa dipakai di Kota Padang.
"Bisa dipakai di Kota Padang, karena wilayahnya masih Provinsi Sumatera Barat. Maka, Satpol PP Kota Padang bisa juga melaksanakan Perda itu. Jadi tidak perlu pula kita latah membuat Perda-perda AKB," ungkapnya.
Konsekuensi dari Perda AKB ini, jelas Budi, adalah membentuk budaya baru tata cara kehidupan bermasyarakat di Kota Padang.
"Ketika kita membuat budaya baru, ternyata pandeminya hilang, lalu bagaimana nasib dari Perda ini? Tapi kalau Perwako yang dipakai, ada vaksin dalam kondisi berjalan, kan Perwakonya tinggal dicabut saja. Tidak lama mencabut Perwako. Kalau Perda bagaimana dinyatakan tidak berlakunya?" urai Budi.
Lalu, kata Budi, banyak pertimbangan, karena ini memuat 17 SOP tentang 17 sektor, ada agama, ada pemuda dan keolahragaan, ada pariwisata, ada pendidikan, ada kesehatan, ada transportasi dan yang lainnya, maka perlu diminta terlebih dahulu pertimbangan dari pemangku kepentingan. Misalnya, untuk transportasi, minta dulu pertimbangan dari Organda.
"Misalnya lagi agama, minta dulu pertimbangan Dewan Masjid. Kenapa? Karena ada ketentuan di dalam Ranperda tersebut yang agak sensitif. Tidak boleh berlama-lama dalam rumah ibadah, misalnya. Tidak boleh berlama-lama dalam rumah ibadah ini, ukurannya apa? Tentang pendidikan, tentu dipanggil dulu PGRI dan Dewan Pendidikan. Mereka bisa menerima atau tidak? Untuk apa gunanya Perda, kita buat saja secara otoriter, tetapi tidak bisa kita laksanakan di bawah? Tentang aturan pariwisata, bisa ndak diterima teman-teman PHRI? Kalau bisa, ya oke," katanya.
Budi keberatan jika masyarakat terlalu banyak diatur melalui Perda. Ia beralasan, masyarakat sudah tahu tentang budaya hidup sehat.
"Tinggal mengawasi saja, lalu kenapa dipaksakan lagi dengan aturan? Terlalu banyak aturan, menjadikan masyarakat kita bodoh, tidak bisa berkreatifitas. Soal protokol kesehatan, ya sudah, terapkan saja. Sudah ada kok Perdanya di provinsi, kan berlakunya se Sumatera Barat?" ujarnya.
(by)