HELMI MOESIM : APBD 2019 TIDAK DI EVALUASI GUBERNUR,PELAYANAN MASYARAKAT TERGANGGU
Betrans.Padang.Untuk menjadi Pimpinan definitif di Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah, DPP Gerindra harus tegas dan menjaga kepercayaan masyarakat Kota Padang yang mengamanahkan suara terbanyak pada partai tersebut,ujar Zulkifli Sabtu(31/8).
Keadaan tarik ulur penentuan siapa yang akan menjadi ketua DPRD definitif di Padang Kota Tercinta ini sangat mengganggu pelaksanaan program Pemko Padang yang telah disusun akan berdampak pada pembangunan Kota Padang, ujarnya.
Hal ini dibenarkan oleh Helmi Moesim anggota DPRD Kota Padang dari Partai Berkarya. Jika Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2019 telat maka tidak bisa dievaluasi gubernur.
Akibatnya kegiatan yang telah dibahas Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), terancam tak bisa dilaksanakan untuk diaplikasikan untuk pelayanan masyarakat.
Dengan kondisi sekarang, pembangunan fisik terus berlangsung oleh OPD terkait dan pihak ketiga tanpa pengawasan dari DPRD. Bagaimana DPRD mau mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan fisik tersebut jika Pimpinan dan alat kelengkapan dewan yang definitif belum terbentuk.
Semua kegiatan kedewanan akan stagnan. Pengerjaan kegiatan fisik terus berlangsung tanpa pengawasan dewan lewat rapat-rapat komisi yang merupakan alat kelengkapan dewan. “Ruas jalan yang seharusnya berumur 20 tahun bisa berumur 2 tahun,” pungkas Helmi Moesim.
Buktinya, kata anggota dewan dari Partai Golkar, Miswar Jambak yang ditemui terpisah, hingga saat ini pembahasan Perubahan RAPBD TA 2019 belum tuntas dan seharusnya kelar per 30 September mendatang. Belum lagi pembahasan RPJMD dan RAPBD TA 2020 yang harus tuntas paling lambat 30 November mendatang.
Sebagai masyarakat Kota Padang, Zulkifli masih segar dalam memorinya, pada periode DPRD Kota Padang yang lalu, Ketua DPRD Kota Padang yang di utus oleh Partai Gerindra tidak memiliki integritas dan intelektual maupun kemampuan. Akibatnya terjadi pertukaran ketua DPRD di tengah jalan.
Secara normatif, RAPBD sudah harus ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) paling lambat sudah di-perda-kan per 30 Novermber, sehingga ada waktu selama sebulan (bulan Desember) untuk menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk pelaksanaan APBD pada tahun berkenaan. Misalnya, untuk mempersiapkan anggaran kas dan DPA-OPD, serta SPD (Surat Penyediaan Dana), sehingga per 2 Januari sudah bisa dilakukan pencairan untuk uang persediaan (UP), urai Miswar Jambak.
Ketika APBD terlambat diperda-kan, maka yang dirugikan adalah semua pihak. Tak ada yang diuntungkan dengan tidak disahkankannya Perda APBD, imbuh Miswar lagi.
Berkaca dengan pengalaman tersebut, masyarakat berharap kedepannya DPP Partai Gerinda lebih bijak menyikapi keinginan masyarakat Kota Padang.
“Hormatilah hak masyarakat yang sudah memilih anda sebagai wakil rakyat dengan perolehan suara terbanyak jika tak ingin ditinggalkan rakyat pada pemilu mendatang,” pungkas Zulkifli.
Pengalaman perpolitikan sudah membuktikan bahwa Partai Demokrat pada tahun 2009 memperoleh 17 kursi di DPRD Kota Padang. Akibat perilaku oknum parpol tersebut tidak amanah maka pada pemilu 2014 perolehan suara partai berlambang segitiga berlian tersebut anjlok menjadi 5 kursi, jelasnya.
Orgasme politik anggota dewan, urai Zulkifli, hanyalah sesaat dan jangka pendek, karena sebenarnya mereka mengkhianati konstituennya sendiri dan juga membangun “perangkap” yang kelak akan menjebak mereka sendiri(*)