Sidang Kasus Dugaan Korupsi Bantuan BNPB Pasaman Masuki Sesi Pledooi, Kuasa Hukum Boy Yakin Kliennya Bebas dari Tuntutan JPU
Betrans padang- Sidang kasus korupsi bantuan BNPB di Pasaman telah masuk pada sesi pembelaan (Pledooi). Pembelaan tersebut di bacakan langsung oleh Kuasa Hukum terdakwa AR dan FRZ, Boy Roy Indra, SH saat sidang di Pengadilan Negeri Padang, Kamis (29/8).
Kuasa hukum terdakwa, Boy Roy Indra, SH optimis dan yakin Majelis Hakim akan sependapat dengan nya, dan kliennya bisa bebas dari jeratan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan putusan Bebas atau Lepas.
" Sangat optimis bahwa klien saya terdakwa AR dan FRZ bisa bebas atau lepas dari tuntutan JPU. Kita sudah paparkan dalil-dalil pledoi didepan Majelis Hakim dalam sidang tadi," ucap Kuasa Hukum, Boy Roy Indra, SH.
Menurut Boy Roy Indra, SH salah satu dalil yang menguatkan kliennya tidak bersalah berawal dari Surat Keputusan (SK) penunjukan kliennya AR sebagai Pengawas Lapangan dan FRZ sebagai tim PHO tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
" Sesuai dengan aturan Kepres Nomor 54 Tahun 2010, bahwa pihak yang berwenang dalam mengeluarkan SK PHO adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB. Dalam hal ini KPA nya adalah Sekretaris Utama BNPB Di Jakarta. Nah, faktanya yang mengeluarkan SK itu adalah Bupati Pasaman, Yusuf Lubis. Oleh sebab itu, klien saya FRZ sebagai PHO tidak dapat dipersalahkan. Karena SK nya sendiri tidak sesuai ketentuan Perpres, dan otomatis SK itu batal sesuai ketentuan hukum," kata Boy Roy Indra, SH.
Demikian juga kata Boy, untuk SK Pengawas lapangan harus sesuai Kepres nomor 54 tahun 2010 yang mengeluarkannya adalah PPK. Namun faktanya yang mengeluarkan adalah Bupati Pasaman, Yusuf Lubis.
"Oleh karena itu SK tersebut batal demi hukum. Jika SK kedua klien saya itu sudah cacat hukum, maka tidak dapat dipersalahkan atas tugas dan wewenang yang dikeluarkan oleh Bupati Pasaman. Makanya optimis kedua klien saya ini bisa bebas dan lepas," tegasnya.
Boy mengatakan maksud lepas tersebut terbukti perbuatannya, tetapi tidak masuk wilayah pidana korupsi. Namun masuk wilayah etika dan administrasi lainnya.
"Hal tersebut sudah disampaikan oleh saksi ahli dari LKPP RI yang kita hadirkan dipersidangan. Dimana saksi Ahli LKPP RI mengatakan bahwa yang bertanggungjawab secara keseluruhan terhadap proyek ini adalah PPK dan kontraktor. Karena kedua inilah yang menandatangani kontrak proyek yang namanya tercantum dalam berkas tersebut. Jadi apapun pelanggaran yang dilakukan oleh kedua klien saya adalah pelanggaran etika dan administrasi saja. Bukan pelanggaran hukum pidana, karena amanya tidak tercantum dalam kontrak," terangnya.
Boy juga menambahkan bahwa tim teknis yang turun ke lokasi untuk mengukur item-item pekerjaan tidak mengukur secara keseluruhan.
"Masih banyak item-item diberbagai lokasi yang tidak diukur oleh tim teknis Kejaksaan Negeri Pasaman. Mereka hanya mengukur item pengerjaan proyek di Pangian, padahal masih ada di Pintuai, Tombang, Rotan Getah dan Ranah Betung, Kecamatan Mapattunggul Selatan. Itu tidak diukur tim teknis, dengan alasan pada hari itu sudah pukul 06.00 WIB Malam," katanya.
Dari hasil pengukuran Tim Teknis itu kata dia sangat lucu jika bisa diakumulasikan dengan menyimpulkan keseluruhan kerugian Negara mencapai Rp773 Juta.
Menurut Boy pihak BPKP tidak berwenang mengukur kerugian Negara dalam proyek BNPB tersebut. "Alhasil hitungan volume rekayasa, dihitung pula oleh pihak yang tidak berwenang. Kalau seperti ini bagaimana menyebutkan bisa dikatakan ada tindak pidana korupsi?.
Namun kita sangat berharap Majelis Hakim jernih dalam menilai perkara ini dan mengambil keputusan sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Sehingga klien kami AR dan FRZ bisa bebas atau leas,"tutupnya. (wik)