Eksistensi Pers Nasional Era Reformasi Alami " Kekejaman"
Betrans,Riau,Maraknya tindakan kriminalisasi terhadap pers nasional saat ini menjadi
perhatian publik secara nasional dan internasional, hal itu tentu
menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi semua pemangku profesi pers di
seluruh Indonesia, Selasa 16/10/2018.
Berbagai kejadian tragis yang menimpa insan pers nasional saat ini telah
menjadi pusat perhatian publik di Indonesia, dimana sejumlah wartawan
diberbagai daerah telah mengalami tindakan arogansi dan kriminalisasi
dari berbagai kalangan termasuk dari aparat penegak hukum kepolisian,
TNI, dan pihak-pihak lainya mewarnai tindakan kekejaman terhadap insan
pers yang notabene merupakan pilar ke 4 dalam rangka pembagunan
nasional.
Kenyataan ini tentu menjadi gambaran betapa buruknya pemahaman
masyarakat luas terhadap pers, termasuk aparatur negara yang semestinya
memahami aturan regulasi yang telah ditetapkan dalam mewujudkan hak dan
kewajiban setiap orang didalam berbangsa dan ber negara, namun sebuah
ironi pun tak terhindarkan dari praktik-praktik interaksi antar profesi.
Bahkan hal yang paling memilukan keadaan itu ialah, sebagaimana
disampaikan oleh salah satu korlap solidaritas pers indonesia riau, Feri
Sibarani, STP dimana justru pihak-pihak yang kerap di manfaatkan untuk
memecah belah solidaritas Pers adalah dari kalangan insan pers sendiri.
,"Kita sangat prihatin dengan keberadaan dunia pers nasional saat ini,
dimana berbagai kejadian kejam yang menimpa sejumlah insan Pers di
berbagai daerah cukup sebagai gambaran betapa buruknya pemahaman
masyarakat luas terhadap dunia pers,"kata Feri di Pengadilan Pekanbaru.
Feri juga mengatakan bahwa di era reformasi yang menganut prinsip
kebebasan berpendapat ini sudah seharusnya seluruh elemen bangsa dapat
saling menghormati profesi masing-masing sesuai dengan mekanisme yang
telah diatur oleh negara.
,"Para pejuang reformasi kita menangis menyaksikan keadaan ini, dimana
seharusnya kita dapat menikmati hasil susah payah mereka memperjuagkan
hak asasi kita, namun justru keadaan berbalik, malah pers yang bertugas
sebagai lembaga pemberi informasi mendapatkan tekanan, intimidasi dan
kriminalisasi dari berbagai pihak," terang Feri.
Menurut Feri yang terus aktif menyuarakan supermasi hukum itu, ia juga
sangat kecewa dan heran menyaksikan kenyataan saat ini, dimana rasa
solidaritas diantara profesi Pers telah runtuh dan terpecah akibat
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang merasa terganggu dengan pemberitaan
di media.
,"Rasa solidaritas diantara sesama insan pers itu sudah luntur dan
terpecah belah akibat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang merasa
terganggu dengan kinerja Pers, sehingga keadaan yang terjadi pada dunia
pers saat ini diduga justru banyak disebabkan oleh sikap insan pers
lain yang mau dimanfaatkan oleh oknum yang banyak duit," terang Feri.
Hal itu dikatakan Feri dan korlap lainya, saat menyaksikan pihaknya yang
tergabung kedalam Solidaritas Pers Indonesia Riau yang terus
menyuarakan keadilan dan supremasi hukum atas dugaan kriminalisasi
terhadap sejumlah insan pers nasional di berbagai daerah, termasuk di
Riau yang di alami oleh media online harianberantas.co.id milik Toro
Laia, atas pemberitaan Amril Mukminin, Bupati Bengkalis yang diduga
terlibat dalam skandal korupsi dana bansos Bengkalis tahun 2012 Dinikai
Rp272 miliar mendapatkan tindakan kriminalisasi dari Amril Mukminin
dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui UU No. 11 tahun 2008 tentang
ITE.
,"Dari jumlah solidaritas Pers yang masih setia saat ini untuk
bersama-sama memperjuangkan marwah pers di riau tidak seberapa dibanding
dengan jumlah wartawan riau yang mencapai ribuan orang, namun kemana
mereka? apakah mereka bukan insan Pers? atau apakah mereka harus
mengalami perihal yang sama, di kriminalisasi oleh pihak tertentu, baru
memiliki jiwa solidaritas?," tanya Feri dihadapan sejumlah awak media.
Menurutnya, tindakan arogansi dan kriminalisasi terhadap pers bukanlah
kali ini saja terjadi di Indonesia, melainkan telah memiliki sejarah
kelam dimasa lalu, sekalipun mereka adalah insan pers yang sangat patuh
terhadap kode etik profesi, itu bukan jaminan bagi kalangan pers untuk
tidak mendapatkan tekanan da
n kriminalisasi.
,"Betul apa yang dikatakan oleh rekan kita lainya, bahwa jika Pers
berjalan di rel yang ada, yaitu kode etik jurnalistik tidak akan
mengalami masalah, kata siapa? sejak dulu penindasan dan kekerasan
terhadap pers itu sudah ada, mereka justru penulis-penulis profesional
dan sangat mumpuni, namun tetap saja mengalami kekerasan dan
arogansi,"kata Feri.
Menurutnya tidak ada alasan untuk tidak bersatu dan menggalang kekuatan
solidaritas Pers jika memang insan Pers merasa profesi yang sangat mulia
itu mendapat perlindungan hukum sebagaimana didalam UU No.40 tahun 1999
tentang pers, yang mengatur ketentuan Pers dan kemerdekaan Pers dijamin
sepenuhnya oleh negara. (Tim)