Penyaluran Pupuk Subsidi Untuk Sumatra Barat 198 .000 Ton
Oleh
: Ir. Syafrizal, Kabid Bina Sarana Prasarana
Diperta Popinsi Sumatera Barat
Diperta Popinsi Sumatera Barat
Melalui Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
60/Permentan/SR.130/12/2015 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET)
Pupuk Bersubsidi untuk sektor Pertanian Tahun Anggaran 2016, di alokasi
pupuk bersubsidi untuk Propinsi Sumatera Barat sebanyak 198.000 ton yang dari
Pupuk Urea.
sebanyak 70.110 ton, SP-36 26.300 ton, ZA 18.200 ton, NPK 61.730
ton dan Pupuk Organik 20.120 ton. Dalam perjalanannya tahun 2016 ini terjadi
realokasi kebutuhan pupuk bersubsidi Propinsi Sumatera Barat menjadi urea
70.110 ton, SP36 28.400 ton, ZA 11.875 ton, NPK Phonska 58.000 ton dan
organic 20.120 ton.
Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani dan/atau petambak yang telah bergabung dalam kelompok tani dan menyusun RDKK, dengan ketentuan ; a. petani yang melakukan usahatani dibidang tanaman pangan sesuai areal yang dusahakan setiap musim tanam b. petani yang melakukan usaha tani diluar tanaman pangan dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar setiap musim tanam atau c. petambak total luasan maksimal 1 (satu) hektar setiap musim tanam.
Perkembangan penyaluran pupuk bersubsidi di Sumbar sampai dengan minggu ke IV bulan Oktober 2016 telah disalurkan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani/petani di 18 kabupaten kota di Sumatera Barat Urea sebanyak 50.387,6 ton (71,78 %), SP-36 24.401 ton (85,92 %), ZA 9.104 ton (76,67 %), NPK Phonska 50.272 ton (86,68 %) dan organik 7.457,6 ton (37,07 %).
Secara umum penyaluran penyaluran pupuk bersubsidi di Propinsi Sumatera Barat berjalan lancer, tetapi masih ditemukan beberapa kendala seperti ;
1. Kios pengecer tidak bisa menjual pupuk bersubsidi sesuai harga eceran tertinggi (HET) kepada kelompok tani/petani. Hal ini disebabkan karena adanya pengeluaran tambahan biaya transportasi dan biaya lainnya.
2. Masih ada kios pengecer yang tidak mencantumkan HET dan papan merk kios.
3. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Kabupaten/Kota belum optimal melakukan pengawasan sehingga terjadi penyimpangan dilapangan terutama ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
4. Masih ditemukan kios pengecer yang tidak memisahkan antara catatan penjualan pupuk bersubsidi dengan penjualan pupuk non subsidi, sehingga menyulitkan dalam pengawasan peredaran pupuk bersubsidi, apakah sampai ke petani/kelompok tani serta sesuai dengan peruntukkannya atau tidak.
5. Belum semua petani yang bergabung dalam wadah kelompok tani sehingga tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi.
Agar tidak terjadinya penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi di Sumatera Barat perlu adanya ketegasan dalam penerapan sanksi oleh pemerintah daerah melalui Komisi Pengawasan dan Pupuk dan Pestisida maupun penegak hukum sehingga azaz 6 (enam) tepat bisa terlaksana sehingga kelompok tani terbantu sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai yaitu peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.