Sosok Dimas Kanjeng "Pengganda Uang"
Probolinggo - Dimas Kanjeng Taat Pribadi (49), yang lahir pada 28 April 1970 mengaku pernah menempuh pendidikan di bangku kuliah di Malang, namun drop out. Ia yang semula bernama asli Taat Pribadi itu mengaku memiliki ilmu ‘mendatangkan’ uang secara gaib dari gurunya, Kiai (Abah) Ilyas dari Mojokerto yang baru meninggal 10 Juli 2009 lalu. Kendati Dimas Kanjeng bukan ‘murid’ terbaik Abah Ilyas namun karena tidak pernah membantah, maka ia memperoleh ilmu gaib menggandakan uang dari gurunya.
Sekitar tahun 1994 Dimas Kanjeng menikahi Rahma Hidayati yang juga murid kinasih Abah Ilyas yang kebetulan tetangga Dimas Kanjeng di Probolinggo. Bahkan keluarga Rahma yang tergolong kaya itu ‘menghibahkan’ tanahnya seluas dua hektar kepada Dimas Kanjeng yang kemudian menurunkan tiga orang anak, di antaranya dua anak kembar, Radery dan Radeni dan Sariwul Wahida. Dalam beberapa tahun kemudian, pengikut Dimas Kanjeng meningkat drastis dari puluhan menjadi ribuan orang ‘santri’.
Demikian pula, kekayaan Dimas Kanjeng yang diperoleh dari mahar (memakai banyak istilah) para santrinya yang ingin menggandakan uangnya menjadi 1.000 kali dari jumlah yang disetorkan itu, menjadikan Dimas Kanjeng mampu memperluas padepokannya di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jatim, hingga menjadi tujuh hektar. Taat Pribadi yang kemudian menambah namanya dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu merupakan anak kelima dari enam bersaudara.
Menurut sejumlah pengikutnya, mereka berguru (nyantri) ke Dimas Kanjeng Taat Pribadi semula bukan karena ingin memiliki ilmu menggandakan uang, tetapi hendak belajar memiliki ilmu gurunya yakni kemampuan menarik barang berharga (emas permata) dari dalam tanah. Untuk kegiatan gaib itu, Dimas Kanjeng minta kepada pengikutnya untuk mengumpulkan uang guna membeli minyak gaib.
Dari awalnya berburu benda-benda emas permata dengan memakai minyak gaib itulah kemudian beralih ke penggandaan uang yang lebih dikenal sebagai Bank Gaib. Hanya saja, banyak pengikut awal yang kemudian mundur karena beberapa hal. Di antaranya uang mahar yang digandakan tidak segera terealisasi dan terus diundur-undur. Belakangan para Sultan (pengepul pemberi mahar) mengetahui bahwa uang yang biasanya dipergunakan guru mereka yang kemudian disebut sebagai uang hasil penggandaan secara gaib, didapat dari uang mahar ‘santri’ lainnya.
Selain itu, ada Hidayah Ismail (kemudian disusul Abdul Ghani) yang mengancam Dimas Kanjeng agar segera ‘membayar’ uang mahar yang mereka setor dari ‘santri-santri’-nya karena terus-menerus ditagih yang bersangkutan. Karena terus-menerus diberi janji kosong dengan mengulur-ulur waktu ‘panen’ (pencairan uang hasil penggandaan) dan kemudian sering memergoki Dimas Kanjeng jarang Salat Jumatan berjamaah dan pengajian yang digelar justru bersifat ilmu klenik, menjadikan Hidayah Ismail memilih keluar. Ia mengaku sudah bersusah payah mengembalikan sebagian uang mahar santri-santri yang direkrutnya sekitar Rp 3,5 miliar dari puluhan miliar yang ia setorkan.
Hidayah Ismail dari Desa Wringinanom, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo beserta isterinyalah yang mengajak Marwah Daud Ibrahim menjadi bagian dari Padepokan Dimas Kanjeng. Karena sebagai ‘Sultan’, sebutan pengepul uang mahar dari santri lain, Ismail akhirnya diculik dari rumah tokonya pada awal Februari 2016 dan kemudian mayatnya ditemukan sebagai Mr X di tengah hutan Tegalwono, Situbondo.
Guru Besar
Dimas Kanjeng Taat Pribadi, selaku Pimpinan, Pengasuh dan Pemilik sekaligus ‘guru besar’ Padepokan Dimas Kanjeng di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jatim, disebut-sebut sebagai sosok anak dari seorang purnawirawan Polri. Ayahnya bernama Mustain, meninggal tahun 1992 dan beristeri Ngatri, sosok perempuan yang berdarah keturunan Timur Tengah yang meninggal tahun 2002. Mustain ,menurut tetangganya yang ada di Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, terakhir menjabat sebagai Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Gading, Kabupaten Probolinggo.
“Dimas Kanjeng itu benar merupakan keturunan Arab-Jawa. Sejak kecil, ia besar di antara dua budaya Arab dan Jawa serta tinggal di Kraksaan, Kabupaten Probolinggo,” ujar Yuniarti (52), salah seorang tetangga Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang tinggal sebelumnya pernah tinggal di Desa Wangkal namun kemudian pindah ke Kraksaan, dalam percakapan dengan wartawan, Kamis (29/9). Hanya saja, Yuniarti mengaku sudah lebih lima tahun terakhir, ia tidak bertemu Dimas Kanjeng pascarumahnya yang semula ada di dekat lingkungan Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Gading, ia jual.
Dimas Kanjeng yang semula berkelana ke sejumlah daerah di antaranya Sulawesi, sekitar tahun 2000 pulang ke Wangkal, Probolinggo. Waktu itu Dimas Kanjeng mengaku dibantu pengikutnya (santri) seorang ibu beserta anak perempuannya, masing-masing berinisial NM dan MM asal Makassar yang disebut-sebut kaya raya. Kedua orang itu disebut-sebut sebagai sosok yang menyerahkan maharnya belasan dan bahkan puluhan miliar ke Dimas Kanjeng yang diakuinya sebagai guru spiritualnya.
Sesudah Yuni pindah, ia mengaku sudah tidak tahu kabar berita Dimas Kanjeng yang sebelumnya memang dikenal sebagai pimpinan Padepokan yang memiliki banyak pengikut dari dalam dan luar Jawa, utamanya dari daerah Sulawesi. Pengikut Dimas Kanjeng yang disebut sebagai santri, karena padepokan yang didirikannya sering menggelar pengajian. Dimas Kanjeng sendiri menurut warga bukan sosok kiai, tetapi mengangkat diri sebagai Raja yang bergelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara, pada 11 Januari 2016 baru lalu.
Hanya saja, santri-santri Dimas Kanjeng menurut penuturan banyak orang dinilai nyeleneh karena mencampuradukkan antara agama Islam dengan hal-hal yang gaib yang diperoleh dari ilmu Kejawen. “Termasuk padepokan yang didirikan Dimas Kanjeng yang jauh lebih terkenal karena menjadi bank gaib dengan cara menggandakan uang. Makanya kemudian padepokan itu dikenal sebagai Padepokan Bank Gaib Dimas Kanjeng,” ujar Yuni sambil menambahkan, bahwa istri Dimas Kanjeng yang ia tahu ada tiga orang, dua di antaranya dinikahi secara sah dan seorang lagi siri karena dianggap sebagai selir.(beritasatu.com)